Sebuah Pertemuan

"Percayalah, sepi itu indah." 
Banda Neira 



Tanpa disadari, gue sudah kembali berada di tempat yang tidak gue sukai: sekolah

     Dengan seragam putih abu-abu yang warnanya sudah mulai memudar, gue berjalan di koridor yang sudah gue kenal betul, koridor dengan dinding hijau yang sudah mengelopek di sana -sini. Gue tidak tahu alasan kenapa gue harus kembali lagi ke tempat ini. Tempat yang pernah tiga tahun menjadi sumber penderitaan gue, 

     Langkah kaki gue enggak berhenti di koridor. Tanpa bisa gue kendalikan, gue tiba-tiba sudah berada di depan kelas. Lantai dua. Tepat di samping toilet guru. Kelas ini tidak sebesar yang gue ingat. Tidak banyak murid yang ada di dalamnya. Hanya ada beberapa teman gue yang mukanya familiar, dan . . . dia
  
     Gue sudah lama tidak bertemu dengan dia dan kali ini penampilannya berbeda. Rambutnya pendek, persis sewaktu SMA dulu. Jam tangan yang melekat di tangannya juga masih bermotif sama. Dia tidak berubah di mata gue. Dia masih Grey yang gue kenal. 

     Dia nampaknya sadar akan kehadiran gue dan sengaja buang muka. Dia sok-sok sibuk mencari sesuatu di kolong meja, padahal gue tahu dia tidak sedang mencari apa-apa. Gue menghampiri dia dengan yakin. Gue mencolek punggungnya, tapi dia masih pura-pura sibuk sendiri. 

      Saking gak sabarannya, gue akhirnya memanggil dia, "Grey," 

      Dia mengalihkan pandangannya ke gue dan seketika itu juga memeluk gue. Gue dapat merasakan pundak gue basah. "Kangen," seru Grey dengan suara serak yang memastikan bahwa pundak gue ternyata basah karena dia menangis.

      Setelah gue tahan-tahan, akhirnya gue ikutan nangis. Sudah dua bulan lebih gue tidak bertemu dengan perempuan yang sedang gue peluk ini. Gue enggak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Enggak akan.

      "Jangan pergi lagi," seru Grey, kali ini dengan suara yang agak tenang. 

       Gue hanya membalas dengan anggukan yang menandakan bahwa gue memang tidak pernah sedikit pun berencana untuk pergi. 

       ***

       --lalu gue terbangun dari tidur gue. Pelan-pelan gue mengelap air mata yang ternyata benar-benar membasahi pipi gue.